Sejak masa pandemi, dunia kerja banyak berubah. Tren dalam karier pun tidak sama lagi. Beberapa jenis pekerjaan semakin meningkat permintaannya, sedangkan sebagian yang lainnya justru berkurang. Untuk merespons keadaan, pemerintah Indonesia sudah memperbarui beberapa peraturan terkait ketenagakerjaan. Salah satu yang menjadi prioritas adalah penerapan WFH dengan jam kerja fleksibel. Untuk memastikan proses berjalan lancar dan proporsional, ada peraturan kerja lembur bagi karyawan WFH.
Dalam pekerjaan sehari-hari, ada kalanya karyawan harus bekerja lembur karena beberapa alasan. Setiap pekerjaan lembur yang dilakukan ada hak dan kewajiban yang perlu dipahami perusahaan dan karyawan.
Masing-masing perusahaan memang punya kebijakan masing-masing yang diterapkan mengenai lembur, termasuk waktu dan perhitungan upah lembur. Namun, banyak diantara karyawan yang masih belum mengetahui secara detail mengenai kerja lembur. Terkadang karyawan hanya menerima saja upah lembur yang ditetapkan perusahaan.
Beberapa Peraturan Kerja Lembur yang Harus Dipahami
Karena menyesuaikan kebutuhan dari tahun ke tahun, maka peraturan tentang tenaga kerja mengalami perubahan. Termasuk di dalamnya adalah peraturan tentang kerja lembur. Ketentuan yang mengatur kerja lembur adalah Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yakni pasal 78 dan pasal 85. Lebih lengkapnya juga diatur Kepmenakertrans Nomor 102/MEN/VI/2004 tentang Waktu dan Upah Kerja Lembur.
Pada tahun 2021, ada aturan baru tentang lembur. Menurut PP 35/2021 termasuk UU Cipta Kerja, waktu maksimum kerja lembur adalah 4 jam sehari atau maksimal 18 jam seminggu. Angka tersebut bertambah dibanding aturan sebelumnya, yaitu 3 jam sehari atau maksimal 14 jam seminggu. Pada tahun 2021 juga ada aspek yang menjadi perhatian khusus yaitu sistem kerja dari rumah atau WFH (Work From Home) untuk mengurangi dampak pandemi.
Saat WFH banyak diterapkan di sejumlah perusahaan, ternyata ada banyak masalah yang muncul. Dilansir oleh Katadata, ada 68% karyawan di 40 perusahaan multinasional di Amerika Serikat yang mengalami lelah mental jika dibandingkan saat bekerja dari kantor atau WFO (Work From Office) . Perusahaan yang disurvei juga termasuk perusahaan teknologi raksasa seperti Microsoft, Apple, Google, dan Amazon. Bahkan 60% dari responden memiliki jam kerja yang bertambah.
Selain faktor kelelahan dan kesulitan menyesuaikan dengan tugas pribadi di rumah, ternyata tidak semua perusahaan menghitung jam kerja yang berlebih. Seolah-olah, jam kerja lembur karyawan WFH tidak perlu dihitung karena sistem jam kerja yang fleksibel.
Peraturan Kerja Lembur Berlaku untuk WFH dan WFO
Sebenarnya bagaimana perhitungan upah lembur karyawan WFH, khususnya dalam masa pandemi? Mengingat adanya jam kerja fleksibel, apakah perusahaan tidak perlu membayarkan upah lembur karyawan WFH yang menyelesaikan pekerjaannya di luar jam kerja?
Untuk menemukan jawabannya, kita lihat aturan terkait upah lembur karyawan dalam UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Di dalamnya sudah ada ketentuan tentang waktu kerja atupun upah lembur yang berlaku untuk setiap karyawan WFO dan WFH.
Setiap Perusahaan Bisa Berbeda Kebijakan
Di Indonesia, semua perusahaan sudah seharusnya beroperasi sesuai ketentuan jam kerja yang telah ditetapkan UU Cipta Kerja, khususnya Pasal 81 dan Poin 21 terkait perubahan dari Pasal 77 UU Ketenagakerjaan.
- 7 jam dalam sehari atau 40 jam seminggu (untuk 6 hari kerja seminggu)
- 8 jam dalam sehari dan 40 jam seminggu (untuk 5 hari kerja seminggu)
Untuk pelaksanaan jam kerja lebih detail juga diatur di perjanjian kerja atau peraturan perusahaan, misalnya tentang waktu masuk kerja, waktu istirahat, dan waktu selesai kerja. Masing-masing perusahaan mungkin saja berbeda untuk menerapkan jam kerja. Ada yang perlu menerapkan peraturan shift kerja bagi perusahaan yang harus beroperasi selama 24 jam, seperti contohnya perusahaan telekomunikasi.
Pemberlakuan peraturan di atas tidak sama untuk beberapa sektor atau bidang pekerjaan. Sesuai dengan PP Nomor 35 Tahun 2021, maka perusahaan sektor tertentu bisa menerapkan jam kerja kurang dari yang sudah ditentukan Undang-Undang jika:
- Pekerjaan selesai tidak lebih dari 7 jam sehari atau 35 jam seminggu
- Waktu bekerja fleksibel
- Pekerjaan bisa dikerjakan dari luar kantor
Perusahaan sektor tertentu bisa juga menerapkan jam kerja yang melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu, dengan pelaksanaan ditetapkan oleh kementerian.
Beberapa Syarat yang Harus Dipenuhi Pengusaha Terkait WFH Lembur
Lalu bagaimana bila karyawan WFH bekerja melebihi jam kerja harian? Contohnya adalah ketika karyawan diminta oleh atasan untuk menyelesaikan pekerjaannya di malam hari ataupun saat liburan akhir pekan. Satu hal penting yang perlu dipahami bersama adalah perusahaan tidak semestinya mempekerjakan karyawannya sepanjang hari, meskipun jam kerja fleksibel dan sistem kerja jarak jauh. Untuk pekerjaan WFH, peraturan kerja 7 atau 8 jam perhari tetap diberlakukan. Jika ada jam kerja berlebih dari para karyawan maka tetap wajib dihitung menjadi kerja lembur dan dibayarkan upahnya.
Beberapa syarat yang harus dipenuhi pengusaha yang menerapkan peraturan kerja lembur karyawan WFH adalah sebagai berikut.
- Telah disetujui oleh karyawan yang melaksanakan tugas.
- Waktu untuk kerja lembur maksimal 4 jam per hari, 18 jam per minggu, dan tidak termasuk hari libur serta akhir pekan.
- Upah kerja lembur wajib dibayarkan.
Jika ada karyawan WFH yang bekerja di rumah pada saat libur Sabtu dan Minggu, padahal aturan perusahaan adalah 5 hari kerja, pengusaha membayarkan upah sesuai peraturan kerja lembur yang sudah dibuat.
Ada Golongan yang Tidak Berhak atas Upah Lembur
Tapi, pada Pasal 27 dalam PP Nomor 35 Tahun 2021 disebutkan ada pengecualian hak upah lembur. Untuk karyawan yang punya jabatan atau peran tertentu yang bertanggung jawab untuk menjadi perencana, pemikir, atau pengendali operasional perusahaan, yang jam kerja tidak dibatasi tapi mendapat upah yang lebih tinggi, maka tidak mendapat upah lembur.
Terkait jabatan khusus yang tidak mendapatkan upah lembur harus ada aturan kontrak kerja, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perusahaan. Jika tidak ada aturan, mereka masih berhak mendapat upah lembur yang wajib dibayarkan oleh perusahaan.
Bagaimana Jika Perusahaan Tidak Mengikuti Aturan Kerja Lembur?
Ketika karyawan WFH harus melaksanakan pekerjaan tambahan tapi tidak ada upah lembur, hal tersebut juga sudah diatur Undang-Undang. Berdasarkan Pasal 81 UU Cipta Kerja, tindak pelanggaran ketentuan atas peraturan kerja lembur bisa berisiko sanksi pidana.
Misalnya perusahaan mempekerjakan karyawannya lebih dari jam kerja yang sudah diatur, tapi tidak ada persetujuan dari karyawan maka pengusaha bisa terkena sanksi pidana berupa denda antara Rp5 juta-Rp50 juta. Seementara itu, jika perusahaan tidak membayarkan upah kerja lembur akan mendapat sanksi pidana berupa kurungan penjara 1 bulan-12 bulan dan/atau bayar denda Rp10 juta-Rp100 juta.
Sistem kerja WFH dengan jam kerja fleksibel adalah salah satu pilihan yang terbaik untuk masa pandemi karena bisa meminimalisir kerumunan manusia di tempat umum. Ketika koordinasi kerja sudah bisa dilaksanakan jarak jauh, maka seharusnya semuanya bisa lebih mudah dan praktis. Walau kenyataannya masih ada beberapa kendala di lapangan. Contohnya adalah ketika beban pekerjaan menjadi lebih banyak daripada biasanya, maka lembur menjadi pilihan agar operasional perusahaan tetap berjalan lancar.
Untuk kerja lembur, perusahaan harus mematuhi aturan yang berlaku menurut Undang-Undang. Agar bisa lebih mudah dan juga efisien mengelola jam kerja karyawan WFH, jam kerja lembur, cuti, dan tentunya kebutuhan absensi karyawan tanpa harus repot maka Anda bisa menggunakan teknologi yang mendukung. Contohnya adalah aplikasi pembuat jadwal shift dan absensi seperti Talenta by Mekari yang siap memudahkan pekerjaan di perusahaan Anda.